Bisnis.com, SURABAYA – Perusahaan broker Propnex Indonesia menyebutkan penjualan properti tahun ini berpeluang mendatangkan investor atau pembeli asing setidaknya mencapai 50% dari total penjualan Propnex.
CEO PropNex Indonesia, Luckyanto, mengatakan tahun lalu omzet penjualan PropNex Indonesia mencapai Rp1,5 triliun. Sebanyak 20% dari omzet tersebut merupakan penjualan properti internasional, baik orang Indonesia yang beli properti di luar maupun sebaliknya.
"Kebanyakan orang Indonesia yang beli properti di luar itu memilih Singapura, Malaysia, London dan Australia dengan total penjualan US$15 juta," katanya saat konferensi pers MoU PropNex Indonesia, PropNex Malaysia, Singapura dan Vietnam, Senin (11/3/2019).
Dia mengatakan investor Indonesia yang membeli properti di luar negeri kebanyakan untuk kebutuhan tempat tinggal anaknya yang menjalankan pendidikan luar negeri. Namun, tahun lalu 70% pembelian banyak dilakukan di Australia karena harganya cukup terjangkau bagi investor Indonesia sekitar Rp6 miliar - Rp7 miliar untuk landed house di Melbourne dan Perth, serta properti high rise di Sidney.
"Singapura pun juga masih banyak diminati orang Indonesia meskipun pajaknya cukup mahal tapi akses transportasi dari Indonesia ke Singapura cukup mudah dan banyak direct flight," jelasnya.
Lucky mengatakan besarnya potensi penjualan properti internasional ini dikarenakan ada upaya kerja sama PropNex Indonesia dengan PropNex Singapura, Malaysia dan Vietnam. Selain itu, regulasi pemerintah yang mendukung investor asing untuk membeli properti di Indonesia juga akan turut mendorong penjualan tersebut.
"Fokus kami tahun ini memang pasar properti internasional, karena kami melihat investor asing yang berpeluang beli di sini khususnya Surabaya, Bali dan Jakarta. Peraturan asing boleh beli sebetulnya sudah ada, tapi diharapkan semakin diperjelas dan dijalankan supaya investor mau datang ke sini untuk meningkatkan devisa kita," ujarnya.
Lucky menambahkan properti yang cukup potensial untuk ditawarkan kepada investor asing yakni proyek high rise, seperti di Surabaya sejumlah developer besar meluncurkan banyak produk sekaligus. Sebut saja, PP Properti yang tahun lalu menjual 3 proyek sekaligus dan Ciputra Group dengan 4 proyek sekaligus di Surabaya.
"Tahun lalu banyak yang mengira wait and see, tapi ternyata kebalikannya. Banyak transaksi yang sebesar 70% adalah primary market, dan sisanya secondary market," ujarnya.
Bahkan tahun ini, lanjutnya, PropNex menilai adanya momen pemilihan umum yang cenderung membuat orang berlomba-lomba menjual asetnya di bawah harga pasar, justru kondisi ini dimanfaatkan oleh investor besar untuk membelinya.
"Banyak investor besar yang melihat peluang bisnis ini. Investor itu menilai bahwa its time to buy karena dijual dengan harga miring," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama, CEO PropNex Singapura, Ismail Gafoor menambahkan, hingga saat ini Indonesia merupakan investor terbesar ke empat yang membeli properti di Singapura.
"Kami melihat pasar semakin terbuka lebar, dan ada peluang asing untuk investasi di Indonesia. Jadi bukan hanya Indonesia sebagai investor terbesar kita tapi juga diharapkan sebaliknya," katanya.
CEO PropNex Malaysia, Marcus Teng menambahkan begitu juga di Malaysia hingga saat ini banyak orang Indonesia memiliki properti di Malaysia. Bahkan banyak dari mereka menyewakan rumah/apartemennya.
CEO PropNex Vietnam, Vo Dinh Khanh Duy menambahkan, Vietnam memiliki pasar yang terbuka luas karena sama-sama negara berkembang seperti Indonesia sehingga berpeluang untuk berinvestasi di Indonesia dan sebaliknya.
Selama ini pembeli properti asing di Vietnam berasal dari Singapura, disusul China, Korea Selatan dan negara-negara Asian.