Bisnis.com, SURABAYA - Pemerintah Provinsi Jawa Timur berharap industri pengolahan gula di wilayah setempat mendapat alokasi gula impor yang bisa diolah menjadi gula rafinasi.
“Karena apapun bentuknya, kebutuhan industri di Jatim harusnya disuplai dari sini. Kalau disuplai dari sini biaya atau ongkosnya lebih murah," ujar Anggota Komisi B DPRD Jatim, Subianto, dalam rilis, Selasa (8/6/2021).
Pernyataan legislator tersebut berkaitan dengan tidak satupun pabrik gula di Jawa Timur mendapatkan alokasi gula impor bahan gula rafinasi. Kondisi ini berimbas industri dan IKM harus mendatangkan gula rafinasi industri dari luar daerah, di antaranya Banten, Makassar, Jawa Tengah, Lampung, dan Sumatra Utara.
Ketentuan terbaru soal gula impor diatur Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 3/2021 yang salah satu poin pokoknya menyebutkan pabrik dapat mengolah rafinasi dibatasi hanya untuk entitas yang izin usahanya terbit sebelum 25 Mei 2010. Pabrik pengolah gula rafinasi di Jatim tidak ada yang memenuhi kriteria tersebut.
Menindaklanjuti fakta itu, Dewan Perwakilan (DPRD) Jawa Timur melakukan Kunjungan Kerja ke PT Kebun Tebu Mas di Lamongan, Selasa (8/6/2021). Rombongan dipimpin Ketua Komisi B DPRD Jatim, Aliyadi Mustafa. Turut serta Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jatim Karyadi dan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim Drajat Irawan.
"Kami bersama jajaran Pemerintah Provinsi Jatim, dalam hal ini Dinas Perkebunan dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan akan bersama-sama melakukan koordinasi ke Jakarta," janji Aliyadi Mustafa setelah mendengarkan aspirasi pelaku usaha.
Baca Juga
Menurutnya Peraturan Menteri Perindustrian nantinya paling tidak harus memberikan arti positif bagi pabrik gula dan masyarakat Jatim.
Kepala Disperindag Provinsi Jatim Drajat Irawan menjelaskan penentuan kuota impor ditentukan dalam Rapimtas di Kementerian Lembaga dan tidak melibatkan pemerintah provinsi. Meski Gubernur Jatim bersama Disperindag Jatim sempat dipanggil dalam kesempatan lain untuk membahas soal ini.
"Izin impor hanya 11 perusahaan di luar Jatim sehingga harus ada biaya transportasi. Kedua KTM telah membangun PG dengan teknologi yang tidak bisa ditransformasikan, sehingga ketika kebutuhan gula rafinasi disuplai dari sini maka akan ada efisiensi," jelasnya.
Jatim adalah pengguna rafinasi terbesar kedua setelah Jawa Barat dengan rata-rata kebutuhan sebesar 27.000 ton per bulan atau sebesar 324.000 ton per tahun.
Meski Permenperin 3/2021 memicu polemik, Drajat mengingatkan aturan itu juga ada semangat lumbung pangan. "Ini yang harus dipikirkan juga,” jelasnya.
Direktur KTM Agus Susanto menyatakan perseroan berkomitmen menyukseskan swasembada gula, salah satunya melalui kebijakan beli putus dan jaminan rendemen minimal 7 persen kepada petani tebu yang menjadi mitra KTM.
Total lahan tebu petani yang menjadi mitra KTM mencapai 9.761 hektare dan lahan milik sendiri/ kerja sama yang dikelola oleh KTM mencapai 14,94 persen dari target 4.457 hektare. Lahan tebu tersebut tersebar di Lamongan, Tuban, Bojonegoro dan Gresik.