Bisnis.com, MALANG — Cukai hasil tembakau menjadi 'penyelamat' penerimaan negara di wilayah kerja KPPN Malang, yakni Rp52,2 triliun dari total penerimaan Rp65,1 triliun per Juli 2025.
Kepala KPPN Malang, Muhammad Rusna, mengatakan realisasi penerimaan tersebut tumbuh 4,62% (year on year/YoY).
“Capaian pendapatan ditopang oleh penerimaan perpajakan yang terdiri atas Pajak Penghasilan sebesar Rp3,4 triliun, mengalami kontraksi sebesar 16,61% [YoY],” katanya di Malang, Rabu (20/8/2025).
Pajak Pertambahan Nilai mencapai Rp6,7 triliun atau turun sebesar 36,13% (YoY). Adapun, penerimaan cukai menyumbang Rp52,2 triliun, naik 11,20% (YoY).
PNBP lainnya telah terealisasi sebesar Rp273,2 miliar atau 141,4% dari target ditetapkan dan mengalami pertumbuhan sebesar 3,90% bila dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk belanja negara, dia menegaskan, telah terealisasi sebesar 54,47% atau Rp8,1 triliun, mengalami penurunan 6,33% (YoY). Kinerja Belanja Pemerintah Pusat juga mengalami penurunan 13,96% (YoY).
Baca Juga
Kinerja belanja K/L ditopang komponen belanja pegawai yang terealisasi sebesar 64,80%, belanja barang yang terealisasi sebesar 39,71%, belanja modal yang terealisasi sebesar 12,06%, dan belanja bansos yang terealisasi sebesar 49,50%.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai PPh dan PPN yang mengalami perlambatan dapat disebabkan oleh kebijakan efisiensi, sehingga beberapa proyek pembangunan pemerintah daerah masih ditangguhkan.
Selain itu, kata dia, shifting konsumsi masyarakat dari offline ke online masih belum sepenuhnya terjangkau oleh sistem perpajakan. Oleh karena itu, pajak e-commerce dapat diterapkan dengan kehatian-hatian agar meminimalkan gejolak destruktif dalam iklim ekonomi digital, sehingga penerapan pajak e-commerce harus terus dimonitoring dan dievaluasi.
Di tengah perlambatan PPh dan PPN tersebut, dia menegaskan, penerimaan cukai menjadi tumpuan. Produsen industri hasil tembakau (IHT) seolah menjadi 'real BUMN' bagi penerimaan negara.
Namun, ketidakseimbangan kebijakan terhadap sektor IHT menjadi ironi, pendapatan diharapkan tapi kebijakan melumpuhkan. Belum lagi peran sektor IHT dalam perekonomian dalam menggerakkkan supply chain yang melibatkan jutaan tenaga kerja. (K24)