Bisnis.com, MALANG – Dosen Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (FPP UMM), Syarif, memperkenalkan bibit kentang bebas virus sehingga produksi tanaman hortikultura tersebut bisa dipacu lebih tinggi.
“Jika petani menanam bibit kentang tersebut dengan baik dan benar, maka per hektare-nya mampu menghasilkan 26,5 ton,” katanya di Malang, Sabtu (29/12/2018).
Hal itu terjadi karena bibit tersebut bebas virus sehingga produtivitasnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan bibit yang bukan dari bibit yang menggunakan teknologi kultur in vitro.
Namun, untuk menghasilkan produksi kentangh yang optimal, dipengaruhi banyak faktor, terutama budi daya petani.
Solusi atas permasalahan produksi benih kentang ini, kata dia, penting karena sebagai negara agraris, sudah sepatutnya Indonesia dapat mandiri dalam memproduksi bahan-bahan pangan pokok dan rempah, meski yang terjadi justru sebaliknya.
Data Kementerian Pertanian, rata-rata produksi kentang mencapai 1.213.828,6 ton per tahun. Meski produksi dan permintaan kentang yang banyak, ketersediaan benih atau bahan tanam kentang baru bisa15 % yang bisa disediakan secara mandiri oleh Indonesia.
Selain kuantitas, problem lain juga soal pasokan benih berkualitas. Karena alasan itu, Syarif mengembangkan benih kentang dalam teknologi kultur in vitro dalam bentuk planlet dan teknologi aeroponik untuk menghasilkan benih kentang dalam bentuk umbi generasi nol (G0).
Teknik ini diawali dengan isolasi jaringan meristem sebagai bahan tanam yang bernama latin Solanum tuberosum L. Lantas, diperbanyak dengan cara subkultur dalam kondisi aseptic (kondisi bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit).
Bila pertumbuhan sempurna, akan menjadi tanaman lengkap yang disebut planlet. “Planlet ini dapat dijual ke petani penangkar benih sebagai bahan tanam untuk menghasilkan umbi G0 yang harus ditanam di screen house,” ujarnya.
Planlet yang siap dipasarkan ini telah mendapatkan delegasi legalitas dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang untuk varietas Granola Lembang dan dinyatakan bebas virus dan tergolong produk berkualitas.
Selain menghasilkan planlet hasil kultur in vitro, Syarif dan timnya juga mengembangkan umbi G0 dengan teknik Aeroponik, yakni budi daya tanpa menggunakan tanah sehingga sangat efisien.
“Teknologi ini sebagai suatu bentuk hilirasi dan komersialisai hasil riset yang mendapatkan dana dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi RI, dalam bentuk program pengabdian kepada masyarakat,” paparnya.
Teknologi ini didaftarkan Program Pengembangan Usaha Produk Intelektual Kampus (PPUPIK). Dengan menyelenggarakan PPUPIK, perguruan tinggi berpeluang memperoleh pendapatan dan membantu menciptakan wirausaha baru.
Untuk memperluas pemasarannya, program ini bermitra dengan kalangan petani penangkar benih di Jawa Timur. Syarif berharap produk benih kentang ini dapat membantu masalah pengadaan benih kentang berkualitas dalam skala nasional.