Bisnis.com, SURABAYA - Polda Jawa Timur menaikkan status kasus penganiayaan dan kekerasan terhadap Jurnalis Tempo, Nurhadi, dari penyelidikan ke penyidikan usai tim khusus melakukan gelar perkara.
"Lidik (penyelidikan) ditingkatkan ke tahap sidik (penyidikan). (Belum ada tersangka) baru naik sidik," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim Kombes Polisi Totok Suharyanto di Surabaya, Selasa (20/4/2021).
Naiknya status penyidikan ini juga tertera dalam Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/338/RES/IV.1.6/2021 yang diterbitkan hari ini.
Penyidik menetapkan kasus ini menggunakan pasal 18 ayat (1) UU No.40 tahun 1999 tentang Pers subsidar pasal 170 KUHP, pasal 351 KUHP dan pasal 335 KUHP.
Fatkhul Khoir, Koordinator Advokasi Aliansi Anti-Kekerasan Terhadap Jurnalis yang mendampingi Nurhadi, mengatakan penggunaan delik pers dalam kasus ini merupakan terobosan dalam kasus-kasus pelanggaran terhadap pers dan jurnalis.
"Selama ini banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang kemudian hanya menerapkan pasal-pasal KUHP. Jadi, saya kira penerapan delik pers ini adalah terobosan yang bagus dan sesuai dengan harapan kami," kata Fatkhul.
Baca Juga
Tim Advokasi Aliansi Anti-Kekerasan Terhadap Jurnalis mengapresiasi penyelidik dan penyidik Polda Jatim yang telah menerapkan delik pers dalam peristiwa kekerasan kepada Nurhadi tersebut.
Apalagi, dengan menerapkan Undang-Undang Pers, penyelidik harus mencari lebih banyak keterangan mengenai kerja-kerja jurnalistik.
Untuk itu, penyelidik sempat mengundang Imam Wahyudi (anggota Dewan Pers), Pemimpin Redaksi Tempo.co, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, hingga mendatangkan ahli hukum pers, Herlambang P. Wirataman.
"Penyelidik atau penyidik menunjukkan bahwa mereka bisa menjadi bagian dalam penegakan Undang-Undang Pers di Indonesia," kata Fatkhul, yang juga pengacara dari Federsi KontraS.
Salawati, pengacara LBH Lentera yang juga salah satu kuasa hukum Nurhadi, berharap kasus ini menjadi contoh bagaimana Undang-Undang Pers diterapkan dalam kasus-kasus pelanggaran terhadap terhadap pers.
"Semoga ini juga bisa menjadi momentum untuk membangun solidaritas jurnalis di Indonesia dalam melawan kekerasan terhadap pers," kata Salawati.