Bisnis.com, SURABAYA - Kejaksaan Agung RI telah menetapkan dan menahan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Gerard Plate sebagai tersangka dalam kasus korupsi BTS 4G Bakti Kominfo pada hari Rabu, 17 Mei 2023 lalu.
Muhammad Arif, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), menyatakan keprihatinannya terhadap situasi ini dan berharap proses hukum dapat berjalan secara adil dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Arif menekankan bahwa industri telekomunikasi merupakan kontributor besar bagi perekonomian nasional dan berharap kasus ini tidak mengganggu penyelenggaraan pemerintahan dan layanan publik oleh Kemenkominfo.
Ia menyampaikan kekhawatirannya bahwa gangguan dalam pelayanan Kemenkominfo dapat memperlambat pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.
"Kami di APJII memahami dampak psikologis yang mungkin dirasakan oleh aparatur pemerintahan di Kemenkominfo," kata Arif.
"Namun, kami percaya bahwa jajaran struktural Kemenkominfo akan tetap menjalankan tugasnya dengan baik untuk melayani masyarakat Indonesia."
Arif juga menyatakan harapannya bahwa jika Presiden Joko Widodo menunjuk pengganti Menkominfo, sosok tersebut akan memahami kebutuhan industri telekomunikasi, tidak dan mampu merangkul seluruh pemangku kepentingan di sektor ICT.
Jika calon Menkominfo baru memiliki kesulitan dalam memahami industri dan berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, Arif khawatir bahwa industri yang membutuhkan investasi dan teknologi besar ini dapat mengalami stagnasi.
Menghargai prinsip praduga tidak bersalah, APJII berharap kasus dugaan penyalahgunaan dana USO ini dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan menyeluruh pada industri telekomunikasi nasional. Khususnya dalam penggunaan dan pemanfaatan dana USO.
Menurut data terbaru APJII, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mendapatkan layanan telekomunikasi yang memadai.
Ada sebagian masyarakat kita, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar, yang belum dapat menikmati layanan telekomunikasi.
"Telekomunikasi adalah hak dasar setiap warga negara, dan semua itu diatur dalam konstitusi," jelas Arif.
"Oleh karena itu, APJII mendesak pemerintah untuk membuat aturan yang tegas terkait penggunaan dana USO yang setiap tahunnya dikelola oleh penyelenggara telekomunikasi di Indonesia."
APJII berharap pengawasan penggunaan dana USO dapat melibatkan pemangku kepentingan yang ada, seperti MASTEL, ATSI, APJII, dan APJATEL.
Tanpa pengawasan yang aktif dari pemangku kepentingan, potensi penyalahgunaan dana USO masih dapat terjadi.
APJII juga mendesak pemerintah untuk membuat regulasi dan cetak biru penggelaran infrastruktur telekomunikasi di Indonesia.
Hingga saat ini, menurut APJII, pemerintah belum memiliki regulasi dan cetak biru yang dapat dijadikan acuan penyelenggaraan serta penggelaran infrastruktur telekomunikasi.
Menurut APJII, pemerintah pusat telah membuat Undang-Undang Cipta Kerja yang diharapkan dapat menarik investor dan mempermudah penggelaran infrastruktur telekomunikasi.
Namun, dalam implementasinya di daerah, terjadi beberapa kendala dan tampaknya tidak ada harmonisasi dan sinkronisasi antara regulasi pemerintah pusat dan daerah.
"Dengan adanya regulasi penggelaran infrastruktur digital yang jelas dan melibatkan semua pemangku kepentingan, kami berharap bahwa dalam 5 tahun ke depan, penetrasi internet di Indonesia dapat mencapai 100%. Ketersediaan infrastruktur telekomunikasi yang merata di seluruh Indonesia menjadi kunci dalam meningkatkan perekonomian nasional, khususnya dalam mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia yang sangat besar namun belum dimanfaatkan secara optimal," tutup Arif.