Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlukah Karya Seni Kecerdasan Buatan Diatur Regulasi? Begini Kata Ahli Hukum

Karya seni kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) perlu regulasi untuk memberikan kepastian hukum soal siapa yang berhak atas karya itu.
Ilustrasi teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di sektor perbankan./Dok Freepik
Ilustrasi teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) di sektor perbankan./Dok Freepik

Bisnis.com, MALANG — Karya seni kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) perlu regulasi untuk memberikan kepastian hukum mengenai siapa yang berhak atas karya yang dihasilkan oleh AI dan bagaimana perlindungan hak ciptanya.

Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sofyan Arief, mengatakan belakangan ini kecerdasan buatan atau AI) mengalami perkembangan yang cukup pesat, termasuk dalam bidang seni visual. Teknologi ini memungkinkan sistem komputer untuk melakukan pekerjaan layaknya manusia, termasuk menciptakan karya seni berdasarkan perintah yang diberikan. 

“Namun, bagaimana perlindungan hak cipta terhadap karya yang dihasilkan oleh AI?” ucapnya, Senin (15/7/2024).

Karya AI, kata dia,  memiliki perbedaan dengan karya dari ilustrator manusia. Perbedaan mendasar tentang hak cipta tersebut terletak pada subjek hukumnya. 

Namun, dia menegaskan, di Indonesia saat ini belum ada aturan khusus yang menetapkan AI sebagai subjek hukum. Oleh karena itu, AI belum bisa menjadi subjek hukum yang memiliki hak cipta. 

Sebaliknya, ilustrator manusia secara jelas diakui sebagai subjek hukum yang berhak atas karya cipta mereka berdasarkan prinsip orisinalitas.

Sayangnya, dia menilai, Indonesia belum memiliki regulasi khusus untuk mengatur Hak Kekayaan Intelektual (HKI) bagi karya yang dihasilkan oleh AI seperti beberapa negara lain di dunia. Padahal menurutnya, regulasi ini penting untuk memberikan kepastian hukum mengenai siapa yang berhak atas karya yang dihasilkan oleh AI dan bagaimana perlindungan hak ciptanya.

“Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa hak cipta seharusnya melekat pada AI itu sendiri. Sementara, yang lain berpendapat bahwa hak cipta tersebut seharusnya diberikan kepada pencipta AI baik programmer atau pengembang,” tambahnya.

Meski saat ini belum ada perlindungan hukum yang jelas untuk karya AI di Indonesia, potensi untuk pengaturan tersebut tetap ada. Tantangan utamanya di Indonesia adalah menentukan siapa yang menjadi subjek hukum yang berhak atas karya yang dihasilkan oleh AI. 

Dalam sistem hukum Indonesia, dia menegaskan, hak atas benda atau karya hanya bisa dimiliki oleh subjek hukum yang diakui secara sah. Oleh karena itu, tanpa adanya pengaturan yang jelas, AI tidak bisa dianggap sebagai subjek hukum yang memiliki hak cipta

Sofyan pun menyarankan bahwa penggunaan AI sebaiknya tidak sepenuhnya untuk menciptakan karya secara mandiri. 

Penggunaan AI sebaiknya lebih sebagai alat pendukung bagi manusia dalam menciptakan karya. Dengan demikian, hak cipta tetap bisa diberikan kepada individu atau entitas yang menggunakan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pencipta utama.

“Meskipun AI memiliki potensi besar dalam dunia kreatif, regulasi yang jelas dan adil sangat diperlukan untuk memastikan bahwa hak cipta dan HKI lainnya dapat dilindungi dengan baik di era digital ini,” tandasnya. (K24)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper