Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Arah Kebijakan Ekonomi Prabowo, Ini Fokusnya

Tidak mungkin pemerintah dengan keterbatasan fiskal bisa bekerja dengan penuh. Mau tumbuh 8%, tanpa partisipasi swasta tidak mungkin.
Presiden Terpilih 2024-2029 sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menghadiri penutupan Kongres Partai Nasdem di JCC Senayan, Jakarta Selatan pada Selasa (27/8/2024)./Bisnis
Presiden Terpilih 2024-2029 sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menghadiri penutupan Kongres Partai Nasdem di JCC Senayan, Jakarta Selatan pada Selasa (27/8/2024)./Bisnis

Bisnis.com, SURABAYA - Arah kebijakan ekonomi Presiden terpilih Pemilu 2024, Prabowo Subianto, belum secara tegas diumumkan ke publik. Berbagai kalangan sejauh ini baru bisa membaca sinyalemen dari alokasi APBN maupun pernyataan simultan.

Ketua Dewan Pakar Koalisi Indonesia Maju (KIM) Burhanuddin Abdullah Harahap menuturkan ada sejumlah isu pokok ekonomi yang disampaikan kepada Prabowo Subianto. Pointer tersebut berasal dari diskusi intensif lintas pakar beberapa waktu terakhir.

"Kami sudah melapor ke presiden terpilih, akan dipilah dan diteruskan ke Menteri yang relevan. Transisi pastinya baik, smooth, produktif," jelasnya dalam Rakerkonas Apindo di Surabaya, Kamis (29/8/2024).

Burhanuddin menjelaskan selama 12 tahun bergabung ke dalam tim pakar Gerindra, Prabowo kerap mengutarakan beberapa cita-cita besarnya. Beberapa di antaranya keinginan supaya bangsa Indonesia tidak ada yang miskin. Setiap anak sekolah tinggi. ASN/TNI/Jaksa bisa bekerja baik dengan penghasilan layak.

"Tugas saya mengingatkan keinginan doable [memungkinkan dijalankan] tidak," ujarnya.

Dia menggambarkan sebagai ilustrasi kemampuan APBN Rp3.500 triliun, dan digunakan membayar hutang Rp1.000 triliun, Rp1.600 triliun dikirim ke daerah, sisanya sebagian besar untuk belanja rutin. Sehingga hanya Rp200 triliun untuk modal.

"Tidak mungkin pemerintah dengan keterbatasan fiskal bisa bekerja dengan penuh. Mau tumbuh 8%, tanpa partisipasi swasta tidak mungkin," tuturnya.

Menurutnya keterbatasan kemampuan belanja pemerintah menyebabkan dampak berganda (multiplier effect) rendah. Oleh karenanya, guna mendorong pertumbuhan ekonomi, peran swasta dengan investasi dan inovasi menjadi signifikan.

Mantan gubernur Bank Indonesia ini menegaskan tidak cukup dengan pertumbuhan ekonomi 5% bila ingin keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah (middle trap income). Pertumbuhan ekonomi harus 6%-7% untuk tinggal landas menuju negara maju.

Indonesia juga menghadapi fakta tantangan ekonomi berupa struktur yang tidak berubah sejak era Presiden Soeharto. Bahkan, saat itu kontribusi industri ke ekonomi nasional bisa 30%, sedangkan saat ini turun.

"Kita membutuhkan investasi. Meskipun kita high investment grade, nyatanya sulit sekali. Ini perlu dipikirkan. Apa karena rumah tidak ditata dengan baik, banyak tikus, harus dipikirkan," tuturnya.

Dia menegaskan Presiden terpilih Pemilu 2024 sudah memikirkan kompleksitas perekonomian ini. Oleh karenanya, ada komitmen penguatan inovasi penelitian dan pengembangan, bentuknya pengalokasikan 1,5% PDB untuk research and development.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Miftahul Ulum
Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper