Bisnis.com, JAKARTA - Memasuki tahun politik, Pilpres, Pileg, dan Pilkada pada 2024, ditandai dengan melemahnya daya beli masyarakat. Hal itu setidaknya dirasakan perajin wastra, terutama batik.
Salah satu galeri batik yang terdampak dengan kondisi pasar yang melesu, Anjani Batik Gallery di Kota Batu dengan motif khasnya banteng agung yang memiliki makna simbol kerakyatan karena lambang tersebut merupakan salah satu budaya khas kota tersebut.
“Sebelum Covid-19, omzet kami bisa menyentuh Rp70 juta-Rp80 juta/bulan dan kalau setahun bisa mencapai Rp1,2 miliar,” ujar Anjani Sekar Arum, pemilik Anjani Batik Gallery.
Namun tahun ini, omzet penjualan batik turun hingga 70%. Sebagai gambaran, sebelum Covid omzet pada kegiatan pameran bisa mencapai Rp160 juta, namun saat ini untuk mencapai separonya sudah sangat sulit. Bahkan galeri batik lainnya banyak yang gulung tikar,
Upaya mendongkrak penjualan dengan pemasaran secara online secara live dan membuat produk turunan, tidak mampu menaikkan omzet.
Pemasaran secara online, kata dia, memang meningkatkan penjualan, namun produk batik yang dijual tidak bisa mahal, harus didiskon agar terjangkau oleh masyarakat.
Baca Juga
Cara yang dapat ditempuh, kain batik dipotong-potong dalam bentuk pakaian jadi sehingga harganya menjadi terjangkau untuk konsumen umum. Jika menjual kain batik, harganya setidaknya bisa mencapai Rp500.000/piece.
Cara lain yang bisa ditempuh, bekerja sama dengan sekolah terkait dengan program kompetensi siswa. Mereka dapat membantu dalam bentuk memproduksi batik, juga fashion.
Ada tiga sekolah yang sudah melakukan MoU dengan Anjani Batik Gallery, yakni SMK Al-Islahiyah, Singosari, Kab. Malang; SMK Negeri I Batu, dan SMK Jabon, Sidoarjo.
“Untuk menjaga mutu produk, kami secara rutin melakukan kurasi dan supervisi,” katanya.
Yang juga dilakukan Anjani Batik Gallery di tengah pasar wastra yang melesu, kata dia, dengan mengembangkan wisata edukasi, eduwisata. Lewat program tersebut, galeri tersebut menawarkan kepada masyarakat untuk dapat berwisata sambil belajar membantik.
Program tersebut sebenarnya dirilis pada 2019 namun berhenti bersamaan dengan adanya pandemi Covid. Saat Covid mereda pada 2022, kegiatan tersebut dibuka lagi dan diminati masyarakat.
“Saat ini, peserta eduwisata rerata mencapai 1.000 orang,” ujarnya.Dengan kegiatan tersebut, omzet Anjani Batik Gallery bisa naik, namun belum kembali seperti pada 2019. Omzet rerata mencapai Rp40 juta/bulan.
Galeri batik yang berdiri sejak 2015 dengn anggota kelompok berjumlah sekitar 45 orang itu, selain memproduksi batik tulis, juga memproduksi batik cap, dan produk turunan batik diantaranya sepatu batik, tas batik , dan asesoris,
Anjani juga memproduksi batik khas kebutuhan muslim seperti mukena, kerudung, jilbab, dan lainnya untuk mendukung ekonomi syariah.
Di tengah pasar seperti itu, dia menegaskan, Anjani Batik tetap merencanakan ekspansi, yakni mendirikan butik, untuk menjual produk-produk fashion dan turunan batik. “Tapi untuk merealisasikan, tentu usaha harus stabil dulu, penjualan sudah meningkat,” ujarnya.
Karena itulah, dia berharap, setelah tahun politik selesai, pasar wastra dapat kembali bergairah sehingga Anjani Batik Gallery bisa berkembang.
Dia juga berharap, pemerintah, BUMN, maupun lembaga, mempunyai program afirmasi untuk mendukung pengembangan produk wastra, terutama batik, agar usaha sektor ini bisa berkembang, setidaknya tetap eksis, dengan membeli prpoduk mereka.
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai UMKM wastra yang mengalami penurunan kinerja tidak hanya karena daya beli masyarakat, tetapi juga karena tren fashion di berbagai kalangan cenderung bergeser ke casual.
Wastra atau batik identik dengan fashion formal, meksi saat ini sudah berinovasi mengikuti tren kekinian namun masih belum begitu kompetitif untuk mengamankan pangsa pasar di kalangan gen Z dan milenial.
“Tentunya, hal ini menjadi cambuk untuk melakukan inovasi berkelanjutan agar produk-produk dari wastra dapat terus diterima oleh semua kalangan,” ujarnya.
Di sisi lain, kata dia, dukungan kebijakan seperti penggunaan batik lokal di tingkat pemerintahan dan pendidikan perlu digalakkan kembali.
Selain itu, sektor swasta juga turut didorong untuk penggunanan produk wastra. Produk-produk wastra yang telah dikenal dunia sebagai trademark Indonesia harus didukung dengan perluasan pangsa pasar internasional, khususnya untuk wilayah amerika latin dan afrika, dan Timur Tengah serta disesuaikan dengan trendlokal di negara-negara tersebut.
Khusus batik tulis yang memiliki segmen tersendiri, terutama untuk kalangan menengah atas, tentunya dibutuhkan kebijakan yang berbeda. Pemerintah harus memfasilitasi para UMKM batik tulis untuk kerjasama dengan influencer agar mengendorse produk-produk premium tersebut.
“Kerja sama antara asosiasi dan pemerintah dapat dilakukan untuk sharing pembiayaan bagi influencer. Selain itu, insentif fiskal berupa keringanan pajak ekspor juga diberikan untuk perluasan pasar luar negeri. Pola pengembangan UMKM dengan fostering model dapat dikembangkan, dimana pola kemitraan antara UMKM dengan pelaku usaha besar perlu digalakkan.
Mengomentari kinerja salah satu UMKM binaan Pertamina tersebut, Area Manager Communication Relation & CSR, Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Ahad Rahedi, menegaskan pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung mitra binaan melalui berbagai inisiatif strategis.
Salah satunya adalah memperluas akses pasar dengan mengadakan dan memfasilitasi partisipasi mitra binaan dalam berbagai pameran dan akses pemasaran lainnya dalam lingkup lokal, nasional maupun internasional.
Ke depan, kata dia, Pertamina akan fokus pada pembinaan yang lebih berkelanjutan dan strategis. Pertamina akan mendukung pengembangan kapasitas mitra binaan melalui pelatihan-pelatihan teknis seperti inovasi desain, manajemen usaha, hingga pemasaran digital.
“Khusus untuk Batik Anjani, kami berencana untuk melakukan pelatihan penguatan branding dan kualitas produk. Hal ini akan mencakup strategi supaya produk lebih sesuai dengan tren dan permintaan pasar, serta membantu Batik Anjani untuk terus berkembang dan bersaing di tengah tantangan yang ada,” ucapnya.
Sejak Batik Anjani menjadi mitra binaan pada 2021, kata dia, Pertamina telah memberikan dukungan berupa pinjaman Program PUMK sebesar Rp15 juta..
Selain itu, Pertamina juga aktif membantu dalam pemasaran produk melalui jaringan dan event yang diadakan Pertamina, sehingga Batik Anjani dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas, contohnya melalui katalog produk mitra binaan Pertamina. (K24)