Bisnis.com, MALANG — Kota Malang mengalami inflasi tahunan 1,53% pada Oktober yang dipicu a.l naiknya harga emas perhiasan, sigaret kretek mesin (SKM), dan kopi bubuk, namun masih dalam range target inflasi nasional sebesar 2,5%±1%.
Kepala BPS Kota Malang, Umar Sjaifudin, mengatakan inflasi sebesar itu jauh lebih rendah dibandingkan inflasi Oktober (yoy) t 2023 yang nilainya sebesar 2,65%.
"Komoditas penyumbang inflasi tahunan di Kota Malang pada Oktober, yakni emas perhiasan, sigaret kretek mesin, kopi bubuk, akademi/perguruan tinggi, tarif rumah sakit, udang basah, tempe, telur ayam ras, gula pasir, dan sekolah dasar," katanya, Jumat (1/11/2024).
Sedangkan komoditas yang mengerem inflasi atau mengalami deflasi, yakni bensin, cabai merah, jeruk, daging ayam ras, tomat, cabai rawit, bayam, tongkol diawetkan, samun mandi cair, dan solar.
Penyumbang utama inflasi yoy pada Oktober 2024 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil 0,52%. Pada Oktober 2024 terjadi inflasi month to month sebesar 0,20%, inflasi year to date sebesar 0,65%, dan inflasi year on year sebesar 1,53%.
Penyumbang utama inflasi m-t-m pada Oktober 2024 adalah kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan andil inflasi sebesar 0,10%. Komoditas yang memberikan andil inflasi sangat besar adalah emas perhiasan, daging ayam ras, dan tomat.
Baca Juga
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai inflasi tahunan Kota Malang karena kenaikan harga emas disebabkan oleh gejolak gepolitik global antara Israil dengan beberapa negara di Timur Tengah.
Selain itu, kata dia, sektor pendidikan juga turut menyumbang inflasi. Hal yang tak kalah besar andilnya terhadap inflasi, yakni beberapa bahan pangan. Inflasi yoy sebesar 1,53%, dia menegaskan, sebenarnya menunjukan keberhasilan pemerintah pusat dan daerah dalam menjaga stok pangan.
Menurutnya, kebijakan pengendalian inflasi yang sempat kecolongan pada akhir 2023 sampai awal 2024 yang ditandai dengan melonjaknya harga beras telah mampu diatasi dengan baik, termasuk beberapa komoditas pangan yang langganan menyumbang inflasi seperti cabai rawit.
“Hal ini mampu dijaga stoknya dengan baik. Agregat inflasi yang tergolong rendah (0,65%) sampai November 2024 ini lebih disebabkan oleh terkendalinya harga-harga pangan bukan karena pelemahan daya beli masyarakat,” ucapnya. (K24)