Bisnis.com, MALANG — Universitas Brawijaya (UB) berkomitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan setara, inklusif, serta bebas diskriminasi melalui penguatan integrasi prinsip gender equality, disability, and social inclusion (GEDSI) ke dalam kebijakan akademik, manajerial, dan pengembangan sumber daya manusia.
Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, mengatakan kesetaraan gender bukan hanya menjadi bagian dari mandat global, tetapi juga merupakan pondasi utama untuk menciptakan iklim akademik yang adil dan bermartabat.
“UB berkomitmen menjadi ruang aman dan setara bagi semua. Kami percaya bahwa keberagaman adalah kekuatan, dan inklusivitas merupakan syarat utama bagi terciptanya inovasi, keadilan, dan kemajuan dalam dunia pendidikan,” ujarnya, Selasa (20/5/2025).
Dalam beberapa tahun terakhir, kata dia, UB telah menginisiasi berbagai langkah progresif, seperti Penguatan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) dan Unit Layanan Terpadu Perlindungan Perempuan (ULTKSP) sebagai pusat aduan dan pendampingan kasus kekerasan berbasis gender dan perudungan.
Kepala Pusat Konseling Pencegahan Kekerasan Seksual dan Perundungan UB, Ulifa Rahma, menambahkan sebagai bentuk dukungan terhadap isu kesehatan mental, UB memberikan layanan konseling gratis.
Menurutnya, layanan yang telah dibentuk sejak tahun 2017 ini digerakkan oleh Pusat Konseling Pencegahan Kekerasan Seksual, dan Perundungan, di bawah naungan Direktorat Kemahasiswaan. Layanan ini terbuka untuk berbagai permasalahan, mulai dari akademik, keluarga, relasi, karier, minat bakat hingga kasus kekerasan dan perundungan.
Baca Juga
“Layanan konseling bisa dilakukan dengan tatap muka maupun daring, baik dengan psikolog, psikiater, konsultan hukum, maupun peer counselor (teman sebaya),” katanya.
Layanan ini tercatat telah membantu 600 hingga 800 mahasiswa setiap tahunnya. Peran layanan konseling menjadi penting untuk membantu mahasiswa memiliki kemampuan adaptasi dan strategi coping yang baik.
“Banyak mahasiswa yang merasa takut atau malu untuk datang ke layanan konseling. Padahal, langkah pertama untuk pulih adalah berani bicara dan menyadari bahwa mencari pertolongan itu bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk kekuatan,” tegasnya.
Melalui layanan ini, mahasiswa diharapkan tidak hanya terbantu menyelesaikan masalahnya, tetapi juga mampu mengembangkan potensi diri dan membentuk perilaku positif dalam kehidupan sehari-hari. Semua informasi dan akses layanan tersedia pada laman resmi https://konseling.ub.ac.id/.
Selain layanan konseling, untuk mendukung kesehatan mental, UB juga secara rutin menyelenggarakan psikoedukasi berupa pelatihan psychological first aid, pelatihan peer counselor, hingga pembekalan dosen penasehat akademik.
Ketua Pusat Studi Layanan Disabilitas (PSLD) Universitas Brawijaya (UB) Zubaidah Ningsih AS, menambahkan sbagai bentuk implementasi dari nilai-nilai inklusivitas dan keadilan dalam lingkungan intelektual perguruan tinggi, UB melalui Subdirektorat Layanan Disabilitas dan Pendidikan Inklusif (SLDPI) secara konsisten menyediakan dukungan komprehensif bagi mahasiswa difabel agar dapat mengakses pendidikan tinggi yang setara, bermartabat, dan berdaya saing.
Layanan utama yang diberikan, kata dia, yakni meliputi pendampingan dalam kegiatan akademik yang terdiri dari penyediaan juru bahasa isyarat, juru ketik, peer-support, tutor, teknologi penunjang, alat mobilitas, dan penjaminan aksesibilitas digital pada bahan ajar dan informasi akademik.
Guna menunjang aksesibilitas fisik dan lingkungan kampus, SLDPI juga rutin melakukan asesmen dan memberikan rekomendasi perbaikan sarana dan prasarana yang sesuai dengan ketentuan desain universal dan peraturan menteri tentang aksesibilitas bangunan dan lingkungan.
Di bidang literasi dan pengetahuan, dia menegaskan, SLDPI UB memfasilitasi digitisasi buku dan bahan ajar yang aksesibel pada berbagai teknologi bantu yang digunakan penyandang disabilitas dari berbagai ragam.
Dalam hal mobilitas, SLDPI menyediakan layanan transportasi khusus berupa mobil antar jemput area kampus, termasuk rencana pelatihan TOEFL adaptif yang mempertimbangkan ragam hambatan sensorik maupun kognitif, serta pengembangan ruang diskusi yang dilengkapi berbagai perangkat penunjang aksesibilitas untuk mendorong interaksi, kolaborasi, dan pembentukan komunitas pembelajar yang saling mendukung.
Melalui layanan yang bersifat integratif ini, kata Zubaidah, UB tidak hanya sekadar memfasilitasi keberadaan mahasiswa difabel di kampus, namun juga memosisikan mereka sebagai subjek pembelajar yang aktif, kritis, dan memiliki potensi penuh untuk berkontribusi dalam lingkungan akademik.
“Inilah wajah pendidikan tinggi yang sejati, yakni inklusif, adaptif, dan berorientasi pada keadilan sosial berbasis ilmu pengetahuan,” ucapnya.
Selain itu, SLDPI juga mengambil peran penting dalam mendorong literasi disabilitas di lingkungan akademik. Melalui kegiatan pelatihan, seminar, dan forum ilmiah yang mengangkat isu-isu kesetaraan akses dan keberagaman, UB ingin membentuk kesadaran kritis sivitas akademika bahwa disabilitas bukan hambatan, melainkan bagian dari keragaman manusia yang perlu dirayakan dalam ruang ilmiah.
Kajian-kajian akademik terkait pendidikan inklusif, teknologi aksesibilitas, hingga kebijakan afirmatif terus dikembangkan, menjadi bagian dari agenda riset dan pengabdian masyarakat.
Dengan demikian, SLDPI tidak hanya bekerja pada ranah layanan, tetapi juga dalam membangun basis epistemologis untuk keadilan sosial.
Informasi lengkap tentang layanan ini dapat diakses melalui laman resmi https://pld.ub.ac.id.
“Dengan integrasi kebijakan dan layanan SLDPI Universitas Brawijaya terus berupaya memastikan bahwa setiap mahasiswa, tanpa terkecuali, mendapatkan pengalaman belajar yang aman, bermartabat, dan berkeadilan,” katanya.