Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

5 Produk Berorientasi Ekspor Hadapi Risiko Paling Besar akibat Tarif Trump

Industri yang berorientasi ekspor seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk karet punya risiko paling besar dengan tarif resiprokal dari AS.
Industri yang berorientasi ekspor seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk karet punya risiko paling besar dengan tarif resiprokal dari AS. / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti
Industri yang berorientasi ekspor seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk karet punya risiko paling besar dengan tarif resiprokal dari AS. / Bisnis-Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, MALANG — Industri yang sangat berorientasi ekspor dan bergantung pada pasar Amerika Serikat (AS) seperti tekstil, alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk karet diperkirakan menghadapi risiko paling besar dengan adanya tarif resiprokal dari Donald Trump.

Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, mengatakan sebaliknya, sektor pertambangan dan pertanian menunjukkan ketergantungan langsung yang terbatas terhadap AS.

Meskipun, dia mengakui sektor ekspor tetap rentan terhadap dampak tidak langsung melalui penurunan harga komoditas global akibat perang dagang.

"Struktur ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sangat didominasi oleh barang-barang manufaktur, dengan beberapa subsektor menunjukkan ketergantungan yang tinggi terhadap pasar AS," kata Josua Pardede dalam kegiatan SEKARTAJI (Sinergi Memperkuat Resiliensi Perekonomian Dinamika melalui Pengembangan Sektor Unggulan Daerah) di Malang, Selasa (17/6/2025).

Pada 2024, ekspor manufaktur ke AS mencapai US$ 25,1 miliar, yang mencakup 12,9% dari total ekspor manufaktur Indonesia.

Sebanyak 14 industri menunjukkan tingkat eksposur yang signifikan dan menjadikan mereka sangat rentan terhadap perubahan tarif dari AS.

Menurutnya, pasar komoditas telah bereaksi dengan harga minyak, tembaga, nikel, dan produk pertanian mengalami penurunan tajam setelah eskalasi perang dagang. 

Jika perang dagang terus berlanjut, Josua memperkirakan pertumbuhan ekonomi global berisiko semakin melemah, yang akan menurunkan permintaan eksternal terhadap ekspor Indonesia. Tidak hanya dari AS tetapi juga dari mitra dagang lain ikut terdampak.

Menurutnya, pemerintah Indonesia telah berupaya melakukan negosiasi dengan AS, namun hasilnya belum jelas.

Selain itu, ada rencana untuk melonggarkan kuota impor sebagai bagian dari upaya negosiasi dengan AS, namun pemerintah belum menyebutkan secara spesifik komoditas mana saja yang akan terdampak.

Saat ini, beberapa industri di Indonesia masih menikmati tingkat perlindungan yang relatif tinggi melalui perizinan atau kuota impor.

Dia menilai potensi pengalihan ekspor dari Tiongkok untuk sejumlah produk perlu dilihat dari dua sisi. Di satu sisi, perekonomian Indonesia dapat memperoleh manfaat dari impor barang-barang tersebut dengan harga yang lebih murah dan mendukung produsen lokal yang mengandalkannya sebagai bahan baku. 

Namun di sisi lain, produsen dalam negeri dari barang-barang serupa mungkin akan menghadapi peningkatan persaingan dari produk China di pasar domestik.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Choirul Anam
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper