Bisnis.com, MALANG — Pendekatan tarif, pembangunan kawasan sentra Industri Hasil Tembakau (IHT), dan pendekatan persuasif yang melibatkan tokoh agama serta tokoh masyarakat dinilai lebih efektif dalam upaya memberantas rokok ilegal, terutama di wilayah Madura yang diduga sebagai salah satu pusat wilayah produksi dan distribusi serta pemasaran rokok ilegal.
Peneliti Senior Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Joko Budi Santoso, menilai pemberantasan rokok ilegal di Jawa Timur, terutama di wilayah Madura, akan sulit jika hanya mengandalkan bea cukai.
Pasalnya penindakan berdasarkan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) tak cukup efektif untuk memutus rantai peredaran rokok ilegal.
"Data menunjukkan jumlah NPPBKC di Jawa Timur tertinggi terdapat di wilayah Madura, dan diduga rokok ilegal yang beredar adalah rokok ilegal kategori polos, salah personalisasi, dan salah peruntukan," ucap Joko Budi Santoso, Selasa (19/8/2025).
Saat ini, rokok ilegal tidak hanya dari produksi dalam negeri, tetapi juga datang dari luar negeri. Selain itu, rokok ilegal juga dijual bebas di marketplace.
Joko menyebut bahwa fakta ini menunjukkan bahwa tugas pemerintah pusat untuk menindak rokok ilegal melalui bea cukai semakin luas.
Baca Juga
Maka dari itu diperlukan pengawasan yang lebih ketat, termasuk dengan skema cyber crawling yang mesti diperkuat.
Tak kalah penting, lanjut Joko, sinergi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum juga menjadi faktor kunci keberhasilan memerangi rokok ilegal.
Terpisah, Anggota Komisi C DPRD Jawa Timur, Nur Faizin, menilai maraknya peredaran rokok ilegal perlu disikapi pemerintah dengan memberlakukan tarif cukai yang rendah dan pengawasan yang intens serta kuat.
Menurutnya, peredaran rokok tanpa pita cukai yang berasal dari Batam semakin marak di wilayah Madura, termasuk Kabupaten Pamekasan.
Sejumlah merek seperti San Marino dan Manchester dilaporkan bebas dijual di pasaran tanpa tersentuh pengawasan serius.
"Fenomena ini tidak hanya merugikan negara secara fiskal, tetapi juga mengganggu tatanan pasar dan menciptakan distorsi persaingan usaha di tingkat lokal," ucap Nur Faizin dalam keterangan resminya, Minggu (17/8/2025).
Menurutnya, rokok ilegal merupakan anomali pasar yang memukul 2 sisi sekaligus: penerimaan negara dan keberlangsungan industri lokal.
Ketika produk ilegal bebas beredar tanpa membayar cukai, sama saja mendorong unfair competition yang pada akhirnya melemahkan struktur industri tembakau.
Dia menjelaskan, data empiris menunjukkan bahwa tarif cukai tembakau yang tinggi berbanding lurus dengan meningkatnya konsumsi produk ilegal.
Kondisi ini, mengindikasikan adanya tax elasticity problem di sektor tembakau, di mana kebijakan fiskal belum memperhitungkan dampak perilaku konsumen dan pelaku pasar.
Namun, Nur menegaskan, tarif cukai bukanlah satu-satunya penyebab. Lemahnya pengawasan distribusi, khususnya jalur masuk dari Batam ke Madura, menjadi salah satu faktor yang memungkinkan rokok ilegal beredar secara masif.