Bisnis.com, SURABAYA - Asbes putih (chrysotile) sempat dituding mempunyai bahan berbahaya dan dituding dapat menyebabkan penyakit paru-paru kronis dampak dari menghirup serat asbes atau asbestosis.
Ahli Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Sjahrul M Nasri menjelaskan pertama kali produk asbes digunakan di Indonesia itu pada 1970-an dan menggunakan serat asbes putih (chrysotile) bukan serat asbes coklat dan biru yang dilarang.
“Kemudian saya juga melihat hasil uji lab yang didapatkan di Laboratorium Pusat Higiene Perusahaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Jakarta pada Rabu (26/2) lalu, juga hasil laporan dari UPT Keselamatan Kerja Disnakertrans Provinsi Jatim," ujarnya kepada Bisnis, Kamis (20/3/2025).
Dia meneruskan,"Saya lihat hasilnya dari produk asbes yang sudah dihaluskan dan disemburkan ke udara itu terdapat sekitar 0,004 serat/ml udara, ini artinya di dalam 1 liter udara hanya terdapat 4 serat dan paling banyak 0,02 serat/ml udara yang berarti terdapat 20 serat per liter udara.”
Hasil di atas menunjukkan bahwa angka tersebut sangat jauh dari nilai ambang batas (NAB) yang diperbolehkan dalam lepasnya serat dari sebuah produk yang berada di angka 0,1 serat/ml udara.
Dari sini bisa dilihat bahwa produk ini (asbes putih) sudah mempunyai kualitas yang diharapkan.
Baca Juga
"Sehingga bisa saya ambil kesimpulan bahwa produk tersebut jika digunakan dalam masyarakat tidak akan menyebabkan suatu kondisi yang membahayakan karena pada saat hancur pun serat yang lepas jumlahnya sangat jauh dari NAB yang ditetapkan pemerintah," ujar Prof Sjahrul.
Sementara itu, berdasarkan laporan hasil pengujian kadar debu No. LHU.0013/II/2025, Penguji Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Sri Widodo menyampaikan pengukuran kadar debu dilakukan di 7 (tujuh) titik dengan menghancuran sampel asbes kemudian dihembuskan dengan blower dan local exhause dalam ruangan berdimensi 2 x 2 x 2,5m
Hasil pengukuran kadar asbes di area ambien sebesar 0,0049 serat/ml, statis utara sebesar 0,0128 serat/ml, statis selatan sebesar 0,0093 serat/ml. Adapun di area statis barat; 150 cm sebesar 0,061 serat/ml, statis barat; 135 cm sebesar 0,0695 serat/ml, statis barat ; 120 cm sebesar 0,0368 serat/ml, statis barat: 105 cm sebesar 0,0327 serat/ml.
Sri Widodo menuturkan setelah dilakukan berbagai uji sesuai metode, hasil pengukuran kadar asbes pada 7 (tujuh) lokasi penelitian didapatkan angka yang masih di bawah nilai ambang batas (NAB) yang sesuai dengan Permenaker RI No.05 Tahun 2018 sebesar 0,1 serat/ml udara.
Menanggapi isu soal dampak asbes ke kesehatan, Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jatim, M Said Sutomo mengatakan telah melakukan klarifikasi ke Asosiasi Asbes yang tergabung dalam organisasi Asosiasi Manufaktur Fiber Cement (FICMA). Telah dilakukan pula penelitian terhadap 100 (seratus) responden dari populasi 31 Kecamatan di Kota Surabaya dengan mengambil sampel di 17 Kecamatan dan di 18 Kelurahan.
“Hasilnya didapat bahwa dari klarifikasi dan penelitian mengidentifikasi jika bahan asbes tidak berbahaya dan aman digunakan oleh konsumen selama rata-rata di atas 30 tahun,” paparnya.
Said menyebut kegiatan eksperimen paparan asbes di udara dalam ruangan tertutup dan terbuka ini dilakukan guna meyakinkan masyarakat tentang jaminan keamanan penggunaan produk barang atap berbahan asbes. Bagi pihak-pihak yang masih meragukan produk asbes didorong melakukan pembuktian melalui uji produk sebagaimana yang telah dilakukan.