Bisnis.com, MALANG — Ekspor kopi robusta Dampit tercatat mencapai 45.000 ton per tahun, yang di antaranya berasal dari Kabupaten Malang.
Kepala Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura, dan Perkebunan Kabupaten Malang, Avicenna, mengatakan kopi Dampit yang berhasil diekspor bukan hanya dari wilayah Kabupaten Malang, melainkan dari berbagai daerah di Indonesia. Hal itu menunjukkan brand kopi Dampit di pasar ekspor yang mayoritas ke Eropa, terutama Belanda lewat perusahaan eksportir PT Asal Jaya.
“Kopi Dampit hanya mencapai 13.000—15.000 ton per tahun,” katanya pada peluncuran inovasi agribisnis kopi berkelanjutan di Malang, Rabu (7/5/2025).
Lahan tanaman kopi di Malang, kata dia, hanya 18.000 hektare. Selain soal luasan yang terbatas, problem lain terkait dengan produktivitas tanaman yang hanya mencapai rerata 0,8 ton per hektare dan tertinggi 1,1 ton per tahun.
Karena itulah, dia mengapresiasi upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman kopi dari GoTo Impact Foundation (GIF), organisasi nirlaba yang didirikan oleh Grup GoTo, bersama pemangku kepentingan dan masyarakat, melalui inovasi agribisnis kopi berkelanjutan bertajuk "Gandrung Tirta" lewat program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) 3.0.
Ketua GoTo Impact Foundation, Monica Oudang, menegaskan pembinaan petani kopi itu menggabungkan teknologi Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), dan program pemberdayaan masyarakat, inisiatif ini mendukung para petani, pemuda, dan ibu rumah tangga di Desa Ketindan, Kec. Lawang, Kab. Malang dalam memanfaatkan peluang pasar kopi domestik yang diperkirakan akan terus meningkat.
Baca Juga
Sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, kata dia, Indonesia ternyata masih menghadapi tantangan produktivitas kopi yang rendah, menduduki peringkat ke-14 dunia. Kondisi serupa terjadi di Desa Ketindan, Malang, di mana tingkat produktivitas 200 petani kopi fine robusta baru mencapai 43%, sehingga menghambat keefektifan aktivitas perkebunan dan pemenuhan permintaan pasar.
Untuk mengatasi tantangan ini, dia menekankan, pentingnya membangun keberanian dan kapasitas setiap individu untuk mendorong perubahan positif. “Selama lima tahun bergerak bersama 138 changemakers, kami mempelajari bahwa perubahan sistemik dan berkelanjutan bukan hanya tentang menghadirkan solusi yang tepat sasaran, tapi bagaimana masyarakat bisa berdaya agar inovasi terus tumbuh di masa depan,” ujarnya.
Dengan pendampingan intensif di Catalyst Changemakers Lab (CCLab), dia menegaskan, GIF mendorong para changemakers, termasuk Gandrung Tirta, untuk mampu berinovasi secara kolektif dan kontekstual. Tujuannya bukan mengejar peningkatan produktivitas kopi semata, namun juga menyelesaikan akar permasalahan dengan menempatkan petani sebagai mitra dan meningkatkan minat generasi muda di bidang perkebunan.
Untuk mewujudkan misinya, Gandrung Tirta, yang merupakan hasil sinergi dari empat organisasi, Agroniaga, BIOPS Agrotekno, FAM Rural, dan Rise Social, mengembangkan tiga strategi utama, yakni Teknologi Pertanian – Pemanfaatan teknologi IoT dan AI membantu petani meningkatkan kualitas, konsistensi, dan produktivitas pertanian kopi. Petani bisa memantau kesehatan tanaman dengan informasi berbasis data terstandar dari jarak jauh, mengoptimalkan penggunaan pupuk dan pestisida yang tepat sehingga mengurangi risiko gagal panen.
Selain itu, pengelolaan limbah organik dengan memberdayakan ibu rumah tangga untuk mengelola limbah kulit kopi menjadi produk bernilai tambah seperti dompet kulit, bingkai kacamata, dan jam tangan.
Sebagai bagian dari pendekatan berkelanjutan, program ini juga memanfaatkan kembali limbah kopi untuk aktivitas perkebunan melalui produk anti-pest dan coffee peat, serta mengolah limbah organik dari kotoran hewan ternak menjadi pupuk cair dan pupuk padat.
Program pemberdayaan lembaga dan pemuda berupa kegiatan edukasi dan pelatihan yang berfokus pada budidaya kopi berkelanjutan, wirausaha, dan tata kelola kelembagaan untuk kelompok tani dan pemuda desa. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan mereka sehingga dapat mendukung terciptanya agribisnis kopi yang berkelanjutan.
Nasrullah Aziz, Perwakilan Konsorsium Gandrung Tirta, menyampaikan bahwa penerapan strategi ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan petani dalam praktik budidaya kopi berkelanjutan (Good Agricultural Practices) hingga 80%, serta mendorong peningkatan produktivitas kopi sebesar 18% pada tahun pertama. Seiring peningkatan tersebut, pendapatan petani diharapkan naik hingga 15%.
Kepala Bappeda Kabupaten Malang, Tomie Herawanto, mendukung Gandrung Tirta sebagai mitra strategis untuk mengakselerasi target indeks ekonomi hijau sebesar 66,84% pada 2045.
“Pengembangan agribisnis tidak hanya soal peningkatan produktivitas untuk memenuhi permintaan pasar, tetapi juga memastikan keberlanjutan daya dukung SDM dan lingkungan. Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk ambil bagian dalam inovasi Gandrung Tirta demi terwujudnya transformasi ekonomi hijau dan masyarakat Malang yang lebih sejahtera,” ucapnya. (K24)